18 July 2013

Dont Judge Gunung Kidul by the Cover

Tuhan selalu mempunyai cara untuk memberikan berbagai macam kejutan kepada umatnya, terkadang sebuah kejutan yang Ia berikan harus ditempuh dengan jalan yang sulit, berliku-liku dan yang pastinya bikin gondok setengah mati untuk tahu apa kejutan yang akan kita sambut. Dan terkadang pula tidak sedikit kejutan yang datang dan pergi begitu saja tanpa harus mengeluarkan setetes keringat atau perjuangan yang berarti. Itu semua Saya yakin sekali tidak diberikan oleh Sang Pencipta tanpa ada arti dan makna yang tersirat didalamnya . Oke stop, Saya bukan pujangga yang bisa bercerita dengan berbagai majas dan Saya bukan sastrawan yang mengenal tanda baca dan arti dibalik sebuah kata, Saya hanya seorang pemalas yang tidak tahu harus melakukan apa di hari libur, Sadaaaaaapp!!!, gue bisa nulis prolog, hahahai!

Setelah satu hari mengelilingi kota Yogyakarta lebih tepatnya ngalor-ngidul gak jelas di kota orang dengan keadaan kantong yang memungkinkan pemerintah setempat mengkategorikan Saya sebagai fakir miskin untuk diberikan sedekah, Saya duduk termangu dengan tangan menengadah keatas di serambi masjid Agung merenungi apakah Saya harus melanjutkan perjalanan atau Saya balik saja ke Jakarta dan bilang kepada mereka  yang ada disana bahwa Saya gagal dalam menjalankan tugas sebagai backpacker pemula.

Mungkin di dalam tas Saya ada sedikit cemilan, ketika dilihat cuma ada sendal jepit sama tumpukan baju buat nginep, mungkin di saku kanan celana ada duit minimal sepuluh ribu nyempil disana, ternyata hanya dua lembar uang serebuan, ahhh.... mungkin di dalam dompet bisa dikeluarkan sedikit buat jajan, tapi sepertinya itu tidak mungkin, mengeluarkan uang dari dalam dompet Saya sama dengan jalan kaki dari alun-alun ke Gunung Kidul,wonosari!, ya.. jika masih ada yang nggak tahu jaraknya sejauh apa cek dulu aja kali ya di Google maps. "drrrtt...drrrrtt.drrrtt!". Ini adalah tanda bahwa ada getaran maut dari saku kiri Saya, getaran HP Nexian untuk sms masuk bisa memporak porandakan kampung sebelah, terlalu dahsyat getarannya. Dengan rasa malas dan gunda gulana Saya keluarkan HP butut tapi bisa menghancurkan lemaknya Rikishi dari sarang penyamunnya. Tebakan Saya smsnya palingan dari operator, kalo nggak iklan big sale dari nomor gak jelas, atau M-tronik?, ahh tapi Saya  nggak beli pulsa. lihat Inbox ternyata sms dari si Ululicius (heran kenapa begitu alay-nya orang ini). "Di sorry hape gue matiin maklum hari libur jadi gue tidur kaya kebo deh! heheh, luh dmn sekarang?, kl mau nginep gpp dirumah gue aja". Ohh ....(belum sadar), tiga detik kemudian OALAHHHHHHHHH!!!!!! okelah kalo begitu, its sound good! jika diterjemahakan ke bahasa Indonesia artinya cakep beneerr!!!, tidurnya nanti dimana itu urusan belakangan, ditempatin di dapur Saya juga tidak keberatan, asalkan Saya bisa mandi, numpang makan, leyeh-leyeh, nonton TV , tidur besoknya melanjutkan perjalanan ke Gunung Kidul, Yuhuuuuuu...!

Sebetulnya satu hari sebelum kita berangkat ke Kidul ada hari dimana kita menghadiri perayaan Sekaten, yaitu perayaan maulid nabi Muhammad SAW ala Yogyakarta yang dilaksanaka di sekitar komplek kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dikarenakan dari kami kebanyakan penganut Al-Keboniah jadilah kami semua bangunnya kesiangan. Jangankan untuk melihat tumpeng yang mengunung-gunung, untuk sampai didepan gerbang kraton saja kita harus melewati lautan manusia. Panas, keringet, orang bejubel jadi satu hedeeeuhhh... rasakan baunya!.

Well, next trip is Gunung Kidul Regency, check your belonging and step carefully, sadaaaaapp..!!!. Selain keindahan ecotourism dan agrotourismnya, gunung kidul juga punya wisata kuliner yang gak kalah ekstrim dengan kulinernya orang-orang Afrika sana. Belalang yang biasa jadi makanan burung, dijual dipinggiran jalan buat di goreng terus di makan pake nasi dan yang makan manusia, Bahhhh!!. kadang ada juga yang disate, malah sekarang sudah ada pizza belalang, ini kuliner fear factor yang beneran real ada di dunia, believe it or not.
Belalang Goreng

Kali ini Saya menginap di tempat teman Saya namanya Ahmad Hasyim tapi nggak tau kenapa sering dipanggil Acim, mungkin dia imut, ahhh tetap saja imutan Saya heheh. Tepatnya berada di desa Semuluh Lor, kabupaten Gunung Kidul, kecamatan Semanuh. Untuk sampai desa ini dari pusat kota Yogyakarta kira-kira menempuh waktu satu hingga dua jam dengan munggunakan bus kecil yang menuju kearah Wonosari. Harga tiketnya untuk bulan Januari kemarin sih cuma tujuh ribu rupiah, tapi karena sekarang BBM naik mungkin tarifnya juga naik jadi sepuluh ribu rupiah dan harga ini sebetulnya tentative, tergantung dari moodnya si kondektur heheheh.
Ahmad Hasyam,
panggil saya ACIM 

Banyak dari kita yang belum mengetahui sebetulnya gunung itu seperti apa, malah dikereta sewaktu Saya berangkat dari Jakarta, ditanya sama orang sebangku Saya "kok musim hujan gini ke gunung si mas, emang gak ngeri becek atau longsor?". Hadeuuuhhhh..., ya nggak salah-salah amat sih, memang secara geografis kabupaten Gunung Kidul areanya ada diatasnya Yogyakarta dan banyak dikelilingi  oleh gunung-gunung kapur atau daerah karst. Saya juga sempat mengira disana saya akan sulit menemukan sumber air sodekat, karena menurut pelajaran Geografi, yang Saya pelajari swaktu SNMPTN bahwasannya daerah karst itu daerah yang kering, karena air hujan yang turun ke permukaan karst akan masuk kedalam tanah melalui pori-pori batuan kapur tersebut. Sampai akhirnya teori Saya terbantahkan,"kalo orang belum pernah ke Kidul Mas, yang berpendapat kaya Mas banyak banget, coba aja Mas kerumah ku, Aku persilahkan untuk berenang di dalam Bak mandi ku, palingan seandainya rada butek sedikit, itu pengaruh dari air hujan", terang Acim.
Pohon Mete di Gunung Kidul

Pas sampe rumah Acim, Saya langsung ke toiletnya, memang kebiasaan Saya jika sampai rumah seseorang Saya harus buang hajat, itu bisa jadi petanda bahwa Saya akan betah dengan tempatnya atau tidak. Benar saja nggak disangka-sangka bak mandinya ukuran 2x3 M,tingginya kurang lebih satu meteran!, Busssyeeett bathup dirumah orang gedongan mah pasti kalah, airnya ???, melimpah ruah, sampai luber air yang ada di dalamnya. See, istilah don't Judge a Book by The Cover pas banget buat kabupaten Gunung Kidul. So you have to come and prove it by yourself!. 
Read Youth More

15 July 2013

Water Castle ala Kota Gudeg

Ekspektasi saya setelah sampai di Istana Taman Air ternyata meleset jauh dari perkiraan, dikepala saya sudah ada bayangan seperti di Venesia, ada sebuah istana yang disekelilingnya terdapat  kanal besar lalu banyak wisatawan yang sedang naik gondola. Wedew... jangankan sungai, got aja nggak ada airnya.Cuma ada reruntuhan bangunan yang mirip sama benteng yang ada di keraton Yogyakarta.Okelah maju terus sampai ke gerbang utama, mungkin aja ada sesuatu yang menarik.

Nah benar saja, satu persatu keunikan dari istana mulai terlihat, diawali dengan kita dapat melihat lurus kearah Jalan Ngasem sampai perempatan jalan Ahmad Dahlan tanpa ada penghalang untuk kita melihat tatanan sebagian kota Yogyakarta yang teratur dan bernuansa sangat "Jowo", ini dikarenakan permukaan tanah pada bangunan Istana Taman Air, lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan dan rumah penduduk yang ada disekitarnya.
Pemandangan dari depan gerbang Istana Air


Untuk masuk kedalam Istana ada dua pilihan, bisa masuk sendiri tanpa harus ditemani Guide terus kebingungan sendirian didalamnya atau pilih ditemani sama seorang guide biar ada yang nerangin ini itu didalam istana nantinya. Kalo saya sendiri sih lebih memilih untuk pakai Guide sekalian ingin mengetahui cerita dibalik berdirinya bangunan. Nggak usah bingung harus nyari Guide dimana, karena mereka sendiri ada dimana-mana dengan bentuk dan rupa yang beraneka ragam, keseringan sih mereka berada disekitar gerbang utama dan biasanya mereka menjajahkan dirinya sendiri, heheheh!.

Yang menjadi Guide saya pada saat itu namanya pak Bambang, kisaran umur 40 tahunan sepertinya,  perawakannya kecil, kulitnya hitam dengan kumis tebal bak sipir-sipir India, ciri khasnya topi putih yang selalu dia kenakan dengan moncong topi mengarah kebelakang, pokoknya ini orang Jawa banget dah mukanya, tapi bahasa Inggrisnya, hedeeeehh, akan berdecak kagum deh kalo ketemu langsung!. Beliau menjelaskan kepada saya bahwa Istana Taman Air didirikan pada masa Hamengku Buwono I (1755-1792) dan selesai pada masa Hamengku Buwono II. Fungsi dari bangunan bervariasi, diantaranya digunakan sebagai tempat peristirahatan, area meditasi, area pertahanan, dan tempat bersembunyi, karena pada tahun itu, tau sendirikan para kompeni-kompeni Belande lagi pada ngejogrok di Nusantara. Terus kenapa disebut sebagai istana air?, Dulu, bangunan utama Istana ini dikelilingi oleh segaran atau kalo diartikan ke bahasa Indonesia adalah danau buatan. Fungsinya sebagai tempat pembudidayaan ikan pangeran Hamengku Buwono II, selain itu fungsi danau digunakan juga untuk tempat bersampannya Sultan dan keluarga kerajaan, nah bangunan yang dikelilingi danau ini disebut Pulo Kenongo.
Gerbang Utara Istana Taman Air

Istana Taman Sari sendiri dipengaruhi oleh dua kepercayaan, Buddha dan Islam. Terlihat dari dua bangunan yang mempunyai fungsi keagamaan yang berbeda. Bangunan yang pertama berada di sebelah barat pulo kenongo bernama Sumur Gumuling, digunakan sebagai Masjid, berbentuk seperti dome terbukan kalo dibandingkan mungkin seperti bangunan Coloseum di Roma, cuma bedanya bagian pinggirannya nggak ada yang keropos, masih sangat sempurna bentuk lingkarannya, terdiri dari dua lantai, dimana lantai pertama berfungsi sebagai tempat shalat laki-laki dan lantai dua untuk  tempat ibadahnya kaum perempuan. Ditengah-tengah bangunan ada empat anak tangga menurun dan satu tangga menuju lantai dua, jika dijumlahkan ada lima anak tangga, ini adalah simbol dari solat lima waktu dan jumlah rukun islam. Di bawah tangga ada sebuah kolam berbentuk lingkaran dengan diameter kira-kira 3 meter yang berfungsi sebagai tempat berwudhu. Saya sampe berdecak kagum sendiri, orang dulu hebat-hebat bener ya bikin konsep bangunan super duper kaya gini, apa dulu udah ada jurusan arsitek ya??
Tangga di dalam Sumur Gumuling,
akses antara tempat ibadah laki-laki dan perempuan 

Bangunan yang kedua bernama Pulo Panembung, letaknya berada disebelah selatan Pulo Kenongo, fungsinya sebagai tempat meditasi Sultan, untuk mencapai tempat Sultan bersemedi,kita harus melewati lorong bawah tanah, pada saat mengunjungi tempat tersebut, disepanjang lorong saya kira diatapnya dipasangin lampu neon secara berurutan, tau-taunya itu cuma cahaya matahari yang masuk dari fentilasi udara yang berada di atas atap, Oalaahhhhh saya ketipu!
Lorong Pulo Panembung


Selama diperjalanan, tidak henti-hentinya Pak Bambang menceritakan secara detail tentang Water Castle ala Yogyakarta, beliau tahu sekali seluk-beluk tempatnya, ibarat kata jika disamakan dengan kuncen gunung Merapi  tingkatnya beda tipis!."Nah, sekarang kita jalan ketempat pemandian para putri, dan permaisuri Sultan". 
"Saya boleh main air dong Pak disana, ya... sekedar basahin kaki, tangan sama badan aja, nama lainnya mah mandi gitu pak", harap saya karena cuaca di Yogyakarta yang pada saat itu suhunya mungkin sudah mencapai titik didih kali ya... (Lebaaaaaiii).
"Ya silahkan saja dek Adi mandi, tapi banyak wisatawan juga yang dateng ketempat pemandian, jadi siap-siap ya jadi tontonan". guyon pak Bambang.
Umbul Sultan Pasimaran,
Tempat para permaisuri mandi Uhuuy!


Nama komplek pemandian sendiri bernama Umbul Pasimaran, letaknya berada di tenggara Pulo Kenongo. Ada tiga kolam pemandian didalamnya yaitu Umbul Muncar dan Blumbang Kuras yang dipisahkan oleh jembatan berbentuk seperti dermaga serta Umbu Binangun yang digunakan untuk mandi para Permaisuri dan Sultan. Pembatas Umbul Binanngun dengan dua kolam adalah kamar ganti sultan yang diatasnya terdapat sebuah menara. Konon dari menara tersebut Sultan mengawasi Istri dan Permaisurinya yang sedang mandi-mandi cantik, kemudian yang paling Mancaaappp, dialah yang akan diajak mandi bareng sama si Sultan. Weleh-weleh indah bener hidupnya Sultan ya?!!.
Umbul Muncar dan Blumbang Karas 
Sebetulnya masih ada beberapa tempat di dalam komplek Istana Taman Air yang belum saya ceritakan,seperti tempat beristirahatnya sang Sultan dan Permaisurinya, tempat diadakannya pesta istana dan beberapa tempat yang dilakukan untuk menjamu para tamu Sultan, dikarenakan gambar-gambar yang sudah saya ambil beberapa telah terhapus. Jadi, lebih baik anda-anda semua coba eksplorasi sendiri aja yoo...
Read Youth More

13 July 2013

Sepelehkan Itinerary = Bingung di Jalan


Itinerary kalo diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah rencana sebuah rute perjalanan (ngarang?, Jelas!), dimana didalamnya terdapat berbagai rencana kegiatan yang akan dilakukan di tempat tujuan, dan list destinasi yang akan menjadi tempat tujuan seorang traveler. Orang yang menggunakan Itinerary tidak harus seorang traveler, karena fungsinya hampir sama sepert schedule biasa, tetapi istilah ini sudah sering digunakan di dunia pariwisata.

Seperti yang diceritakan sebelumnya, perjalanan saya ke Yogyakarta memang belum mempunyai rencana yang jelas, mau kemana, ngapain, pergi ketempat apa, naik apa, semuanya belum ada gambaran sama sekali, yang penting sampai dulu di kota gudeg, masalah planning, ya...., nyusul hehehe.

Akibatnya, I wasted my time!, nggak kerasa hampir satu jam saya di stasiun Lempuyangan, cuma untuk menentukan harus pergi kemana!. Haduuuhhh...., nggak lagi-lagi deh pergi tanpa itinerary yang jelas. Terbesit di otak saya untuk menghubungi teman yang tinggal di Yogya, kali-kali aja bisa numpang tidur, makan, nyuci baju, nyetrika, minjem motor, dll. Hidup itlu memang butuh strategi, apalagi mahasiswa bokek seperti saya, sudah nggak ada lagi bahasa malu untuk menjadi parasit dikampung orang Heheheh.
Namun, memang dasarnya malang dan Tuhan sudah mengetahui akal bulus saya, nomor telepon yang saya hubungi Mailbox!!, Arrgghh...!!!, ini seperti kiamat kecil-kecilan dengan sedikit hempasan angin taufan dan tsunami yang terjadi secara serentak!. Mau nggak mau saya harus menentukan plan B, yaitu "Bergembel" ria dengan perlengkapan seadanya, nggak mungkin juga ngejogrog di stasiun, mau nanti dikira gembel kereta!.
The right man in the wrong place at the wrong time


Untungnya jarak antara stasiun Lempuyangan dengan alun-alun kota Yogyakarta tidak terlalu jauh, kurang lebih hanya 2 km. Jadilah saya pilih itu destinasi untuk tujuan pertama. Ada dua cara agar kita bisa sampai ke alun-alun, yaitu dengan menggunakan Transyogya, naik dari stasiun Lempuyangan lalu turun di Jalan A.Yani, kalo ngeri kesasar bilang aja sama petugasnya untuk diturunkan di sekitar alun-alun kota, kira-kira sepuluh hingga lima belas menit atau 200 meter lama perjalanan, sudah sampai di alun-alun. Cara yang kedua yaitu menggunakan cara saya, jalan dari stasiun Lempuyangan, ke arah Malioboro kurang lebih satu kilometer terus ke arah selatannya, lurus terus sampe bego, itu juga sama kurang lebih satu kilometer, baru deh sampe di Alun-alun kota, heheheh cerdaskan??.
Foot Statue at Alun-alun Yogyakarta

Sesampainya disana, kembali lagi saya dengan berbagai kebingungan yang harus saya hadapi, saya baru sadar ini siang hari, apa menariknya alun-alun di siang bolong?!, untuk tanning sih memang pilihan bagus, lah ini kulit saya udah kaya sodara-sodara di bagian timur Indonesia. Tempat wisata yang terkenal dari alun-alun kalo nggak Malioboro ya Keraton Yogyakarta, mau pilih Malioboro,masa saya harus balik rute perjalanan?!, pilihan terakhir ya Keraton Yogyakarta. Jujur aja ya, sebetulnya saya bener-bener males pergi ke Keraton,wong gitu-gitu aja isinya, lagian setiap study tour dari SD sampe SMA kalo tujuannya Yogyakarta, yang namanya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tidak akan luput untuk disinggahi.Ditambah lagi harga tiketnya yang uhum...., MAHAL, satu orang 15 ribu, arrrgghh...!!, itu bisa makan satu porsi gudeg pake ayam sama telur bulet!.

Cari informasi kesana-kemari dibawah teriknya matahari sembari membawa tas ransel bak guling ukuran jumbo, akhirnya saya mendapatkan ilham dari tukang becak, "Di sini Mas, ada juga yang namanya Istana Taman Air, deket pasar Ngasem, kalo naik becak harganya 15 ribu, bagaimana, mau nda saya antar?". Pale luh gendut!, buat bayar tiket masuk ke Keraton aja gue ogah, apalagi cuma buat naek becak doang?!, Ora dah Ora Pa'de Kulo jalan ndewekan aja dah kalo begini caranya.

Untung saja hape saya canggih, bisa buka GPS, disinilah kehebatan teknologi dapat diandalkan. Ternyata eh ternyata, jarak dari Keraton ke pasar Ngasem cuma lima ratus meteran doang!, Cih!!, nyaris saja saya dikibulin sama tukang becak. Saya tinggalin aja tuh tukang Becak, daripada saya tambah emosi terus saya tebalikin becaknya! (for your information, harga normal becak  ke pasar Ngasem cuma lima rebu perak!).








Read Youth More